PILARadio.com – Peternak sapi di Pasuruan, Jawa Timur, terpaksa membuang susu hasil panen mereka sebagai bentuk protes atas pembatasan kuota pengiriman susu ke industri. Sebelumnya, kuota pengiriman susu bisa mencapai 100-200 ton per bulan, namun kini kuota tersebut dibatasi hanya 40 ton. Pembatasan ini diduga terkait dengan masuknya susu impor, yang mengurangi penyerapan susu lokal. Bayu Aji Handayanto, seorang pengepul susu di Pasuruan, menjelaskan bahwa selama ini ia menjalin kontrak dengan perusahaan susu di Jakarta, namun sejak akhir 2023, perusahaan tersebut mulai membatasi jumlah susu yang bisa diserap. Bayu menyatakan bahwa pembatasan kuota ini memaksanya untuk menolak susu dari peternak, yang akhirnya berakhir dengan dibuang karena susu segar hanya dapat bertahan 48 jam.
Selain itu, Bayu juga menduga bahwa penurunan kuota ini disebabkan oleh masuknya susu impor. Menurutnya, ketika susu lokal tidak diterima oleh industri, hal tersebut menunjukkan bahwa industri lebih memilih produk impor. Pembatasan kuota ini membuat banyak susu yang tidak terserap dan terbuang sia-sia. Sebagai pengepul susu, Bayu merasa kesulitan karena ia harus menolak susu dari peternak yang telah berusaha keras memproduksi susu, sementara mereka tidak memiliki pilihan lain selain membuangnya.
Peristiwa serupa juga terjadi di Boyolali, di mana para peternak dan pengepul susu menggelar aksi protes terhadap pembatasan kuota susu yang tidak terserap oleh industri. Dalam aksi tersebut, mereka melakukan berbagai tindakan atraktif, mulai dari mandi dengan susu hingga membuang susu ke tempat pembuangan sampah. Massa aksi yang terdiri dari peternak, peloper, dan pengepul susu membawa puluhan mobil pikap berisi susu yang tidak terserap dan melakukan protes di depan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Boyolali, kemudian melanjutkan aksi ke Monumen Susu Murni dan TPS sampah Winong. Mereka membagikan susu kepada masyarakat dan melakukan aksi mandi susu sebagai simbol kekecewaan mereka terhadap kondisi industri susu yang membatasi pembelian susu lokal.
Koordinator aksi di Boyolali, Sriyono, menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk protes atas pembatasan kuota industri yang berdampak pada banyaknya susu yang terbuang. Sriyono menegaskan bahwa kondisi ini sangat merugikan para peternak dan pengepul susu, yang merasa produksi susu mereka tidak mendapatkan perhatian yang layak dari industri. Dia mengungkapkan bahwa banyak susu yang menumpuk di Usaha Dagang (UD) maupun Koperasi Unit Desa (KUD), namun tidak terserap oleh pabrik, sehingga akhirnya terbuang sia-sia.
Secara keseluruhan, pembatasan kuota pengiriman susu ke industri telah menimbulkan masalah besar bagi peternak dan pengepul susu di seluruh Jawa. Pembatasan ini menyebabkan banyak susu lokal yang tidak terserap oleh pabrik pengolahan, yang mengarah pada pemborosan besar-besaran susu yang seharusnya bisa digunakan atau didistribusikan ke masyarakat. Protes yang dilakukan oleh peternak dan pengepul susu ini adalah bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dirasa merugikan industri susu lokal dan kesejahteraan peternak.