PILARadio.com – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah menyiapkan aturan baru yang mewajibkan platform e-commerce atau marketplace untuk memungut pajak atas pendapatan para pelapak. Wacana ini memicu perhatian luas di kalangan pelaku usaha digital dan warganet, terutama karena menyangkut potensi tambahan beban administrasi bagi para pelapak UMKM yang aktif berjualan secara daring.
Informasi mengenai rencana ini pertama kali dimuat dalam laporan media internasional Reuters berjudul “Indonesia to make e-commerce firms collect tax on sellers’ sales.” Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa platform digital akan diminta untuk memotong dan menyetorkan pajak penghasilan sebesar 0,5% dari omzet penjual dengan pendapatan tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Ketentuan ini sejatinya mengacu pada tarif PPh Final yang berlaku bagi pelaku UMKM sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018.
Rencana ini mengingatkan publik pada kebijakan serupa yang pernah diterapkan pada akhir tahun 2018. Saat itu, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 yang mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce, termasuk kewajiban marketplace membagikan data pelapak kepada DJP dan memastikan pelapak membayar pajak. Namun, aturan tersebut menuai reaksi keras dari pelaku industri digital dan akhirnya dicabut tiga bulan kemudian melalui PMK No. 31/PMK.010/2019 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kini, wacana serupa kembali mengemuka. Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam konferensi pers realisasi APBN edisi Mei 2025 pada 17 Juni lalu mengungkapkan bahwa kerangka regulasi terkait pemajakan transaksi digital sudah selesai disusun. Meski belum menjelaskan secara rinci isi aturannya, Bimo memastikan bahwa penguatan regulasi ini akan segera diumumkan. “Beberapa kerangka regulasi yang terkait dengan pemajakan transaksi digital itu sudah kami selesaikan dan nanti akan kami sampaikan lebih detail,” ujarnya saat sesi tanya jawab.
Bimo juga menegaskan bahwa langkah ini diarahkan untuk meningkatkan rasio perpajakan atau tax ratio nasional. Hal ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memperluas basis pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, sebagaimana telah dikomitmenkan dalam Undang-Undang APBN. Dengan peran barunya sebagai Dirjen Pajak, Bimo menyatakan komitmennya untuk menjalankan reformasi perpajakan digital secara menyeluruh, seiring dengan peningkatan penggunaan teknologi dalam sistem administrasi perpajakan nasional.