PILARadio.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan memanggil platform media sosial TikTok dan Meta terkait maraknya konten provokatif yang beredar di internet. Pemanggilan ini dilakukan sebagai langkah serius pemerintah dalam menangani penyebaran konten disinformasi, fitnah, dan kebencian (DFK) yang dinilai dapat merusak demokrasi di Indonesia.
Wakil Menteri Komdigi, Angga Raka Prabowo, menjelaskan bahwa dirinya sudah melakukan komunikasi dengan pihak TikTok, baik di tingkat Asia Pasifik maupun Indonesia. Selain itu, komunikasi juga dilakukan dengan Meta Indonesia.
“Saya sudah menghubungi Head TikTok Asia Pasifik, Helena, dan meminta mereka datang ke Jakarta untuk membahas fenomena ini. Dengan TikTok Indonesia maupun Meta Indonesia kami juga sudah berkomunikasi,” kata Angga Raka di Jakarta, Selasa (26/8).
Konten Fitnah dan Kebencian Ancam Demokrasi
Menurut Angga, fenomena konten provokatif dan disinformasi yang beredar di platform digital semakin mengkhawatirkan. Konten DFK dinilai mampu memengaruhi opini publik hingga membelokkan aspirasi masyarakat.
“Fenomena DFK ini akhirnya merusak sendi-sendi demokrasi. Aspirasi masyarakat bisa bias ketika digiring oleh narasi rekayasa, misalnya provokasi adanya kerusuhan atau aksi anarkis yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan,” jelasnya.
Angga menegaskan, platform digital dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (AI) seharusnya mampu menyaring konten bermuatan fitnah dan kebencian. Menurutnya, sistem moderasi konten tidak boleh disalahartikan sebagai upaya membungkam kebebasan berekspresi.
“Penyampaian aspirasi tentu boleh, tetapi dalam koridor demokrasi yang sehat. Yang harus difilter adalah konten provokasi dan hoaks yang tidak sesuai fakta,” tegasnya.
Komdigi Tekankan Kepatuhan Platform Digital
Komdigi meminta agar seluruh platform yang beroperasi di Indonesia menaati hukum nasional. Konten yang terbukti mengandung disinformasi, fitnah, atau ujaran kebencian wajib ditindak tegas melalui sistem moderasi otomatis.
“Kami sampaikan kepada para pemilik platform untuk patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Jika ada konten yang jelas-jelas masuk kategori DFK, maka platform wajib melakukan take down secara sistematis dan otomatis,” ujar Angga.
Moderasi Mandiri dan Sanksi Tegas
Sejalan dengan itu, Dirjen Pengawasan Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa platform media sosial berbasis user-generated content wajib memiliki mekanisme moderasi mandiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan regulasi di Indonesia.
“Platform punya kewajiban untuk menyaring sendiri konten yang melanggar hukum. Mereka bisa melakukan filtering terhadap konten yang masuk kategori provokasi, fitnah, maupun ujaran kebencian,” kata Alexander.
Ia menambahkan, platform yang tidak mematuhi aturan moderasi konten dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemutusan akses.
Kekhawatiran Dampak DFK bagi Bangsa
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyoroti meningkatnya penyebaran disinformasi di dunia digital. Menurutnya, fenomena DFK kini semakin serius dan terorganisir.
“Penyebaran konten fitnah dan kebencian tidak hanya menimbulkan kegaduhan, tetapi juga berpotensi memecah belah bangsa serta menghambat pembangunan,” ujar Hasan.