PILARadio.com – Komite Pemilih Indonesia (TePI) menilai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan 16 dokumen syarat pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai informasi dikecualikan merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip fundamental Pemilu yang dijamin dalam konstitusi dan norma internasional.
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 731/2025, yang menyatakan bahwa dokumen tersebut tidak dapat diakses publik tanpa persetujuan pihak terkait.
Menurut Koordinator TePI Jeirry Sumampow, kebijakan ini secara langsung melanggar prinsip transparansi, karena semua tahapan pemilu, termasuk syarat dan verifikasi capres-cawapres, seharusnya dilakukan secara terbuka agar publik dapat menilai integritas para kandidat.
“Dengan menutup akses terhadap 16 dokumen krusial selama lima tahun, KPU menghalangi publik memeriksa keaslian dan kebenaran syarat pencalonan. Ini termasuk pelanggaran berat, apalagi pelakunya adalah KPU itu sendiri,” ujar Jeirry, dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Inilah.com, Selasa (16/9/2025).
🔎 Pelanggaran Prinsip-Prinsip Pemilu oleh KPU:
- Transparansi
Jeirry menegaskan bahwa semua dokumen terkait syarat pencalonan, seperti ijazah, LHKPN, dan laporan pajak, harus dapat diakses publik. Kerahasiaan dokumen ini justru mengurangi kepercayaan publik terhadap proses pemilu.
- Akuntabilitas
Sebagai lembaga publik, KPU bertanggung jawab kepada rakyat. Menutup dokumen yang berisi informasi penting soal integritas, rekam jejak, dan kepatuhan hukum calon dinilai mencederai prinsip akuntabilitas dan melemahkan pengawasan publik.
- Kepastian Hukum dan Kesetaraan
Jeirry menilai kebijakan ini menimbulkan potensi standar ganda, karena beberapa calon bisa dilindungi dari pemeriksaan publik, sementara yang lain tidak. Hal ini mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip kesetaraan dalam pemilu.
“KPU menunjukkan keberpihakan kepada calon tertentu, khususnya yang memenangkan pemilu sebelumnya, dengan menutup akses terhadap latar belakang dan rekam jejak calon,” tambahnya.
- Partisipasi Publik
Menurut Jeirry, keputusan KPU juga melemahkan kualitas partisipasi pemilih, karena informasi penting terkait calon justru tidak tersedia. Padahal, UU No.7/2017 dan UU KIP No.14/2008 menjamin hak pemilih untuk mendapatkan informasi sebelum menentukan pilihan.
“Menutup akses publik terhadap informasi pencalonan akan merusak kualitas demokrasi dan membatasi hak konstitusional rakyat untuk memilih secara sadar dan bertanggung jawab,” pungkasnya.