PILARadio.com – Perusahaan asal China, Pang Dong Lai, memberlakukan kebijakan inovatif berupa “cuti tidak bahagia” selama maksimal 10 hari per tahun bagi pegawai yang sedang bersedih. Perusahaan yang berdiri sejak Maret 1995 di Provinsi Henan ini fokus menjual produk-produk ke pusat perbelanjaan besar. Kebijakan ini memungkinkan pegawai untuk mengambil cuti tanpa perlu persetujuan manajer saat merasa sedih, cemas, patah hati, atau mengalami kondisi psikis lainnya.
CEO Pang Dong Lai, Yu Dong Lai, menjelaskan alasan di balik pemberian cuti tambahan bagi pegawai yang tengah tidak bahagia. “Setiap orang mempunyai saat-saat ketika mereka tidak bahagia, jadi jika Anda tidak bahagia, jangan datang bekerja,” ujarnya dalam wawancara yang diberitakan First Post (16/5/2024). Yu menegaskan bahwa permohonan cuti tidak bahagia tidak dapat ditolak oleh manajemen, dan pihak yang menolak akan dinyatakan melakukan pelanggaran. Dia percaya kebijakan ini akan memberdayakan para pegawai untuk menentukan waktu istirahatnya sendiri dan merencanakan kapan ingin mengambil cuti.
Selain cuti tidak bahagia, Pang Dong Lai juga mengeluarkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan pegawai, seperti jam kerja hanya tujuh jam sehari, libur akhir pekan, cuti tahunan selama 30-40 hari, dan libur lima hari selama Tahun Baru Imlek. “Kami tidak ingin menjadi perusahaan besar. Kami ingin karyawan kami memiliki kehidupan yang sehat dan santai sehingga perusahaan juga demikian,” ungkap Yu dalam kutipan dari Business Standard (16/5/2024). “Kebebasan dan cinta sangat penting,” tegas Yu. Dia juga mengecam kebiasaan bos-bos China yang memberlakukan jam kerja panjang dan lembur bagi para pegawai, yang dinilainya tidak etis dan merampas peluang orang lain untuk berkembang.
Pang Dong Lai juga memberlakukan sistem sertifikasi tingkat pekerja bagi para pegawainya. Yu menambahkan bahwa petugas kebersihan yang memiliki kemampuan profesional dalam tingkat tertentu berhak memperoleh penghasilan hingga 500.000 yuan (Rp 1,12 miliar) per tahun.
Kebijakan cuti tidak bahagia ini diterapkan untuk menyeimbangkan budaya kerja keras di China yang dapat menimbulkan gangguan mental bagi pegawai. Survei pada 2021 tentang kecemasan pekerja China menunjukkan bahwa lebih dari 65 persen pegawai merasa lelah dan tidak bahagia di tempat kerja. Meskipun begitu, warga China tetap menerapkan budaya kerja yang keras dan melelahkan, yang dikenal dengan istilah “996” (bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama 6 hari seminggu). Gaji rendah, politik di tempat kerja, dan budaya lembur juga berkontribusi terhadap emosi negatif di kalangan pegawai di China.
Menurut laporan HR Brew dari Cheung Kong Graduate School of Business, 40 persen pekerja China berisiko mengalami masalah kesehatan mental. Angka pengangguran yang tinggi dan biaya hidup yang meningkat menjadi faktor penyebabnya. Selain itu, pekerja berusia 18-25 tahun memiliki tingkat kecemasan dan depresi tertinggi dibandingkan generasi lainnya di tempat kerja. Untuk melindungi pekerja dari lembur yang tidak dibayar, pemerintah China sedang mempertimbangkan pemberian perlindungan hukum bagi pekerja yang dipaksa tetap online setelah jam kerja selesai. Kepala kantor umum federasi serikat pekerja China, Lyu Guoquan, mendorong Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (CPPCC) untuk membuat pedoman dan kerangka hukum bagi pekerja yang mengalami lembur.