PILARadio.com – Tim Friede, pria asal Amerika Serikat, mengabdikan hidupnya untuk misi tak biasa: membangun kekebalan terhadap racun ular. Selama 18 tahun, ia membiarkan dirinya digigit ular lebih dari 200 kali dan menyuntikkan racun ke dalam tubuhnya sebanyak lebih dari 650 kali. Tujuannya adalah menciptakan imun terhadap racun mematikan dari berbagai spesies ular, sebuah praktik yang dikenal sebagai mithridatisme proses adaptasi tubuh terhadap racun melalui paparan berulang dalam dosis kecil.
Selama bertahun-tahun, Friede menguji daya tahan tubuhnya terhadap racun dari ular-ular paling mematikan di dunia, seperti kobra, taipan, black mamba, dan ular derik. Ia mengaku sering mengalami rasa sakit luar biasa, bahkan merasa nyaris sekarat. Namun pengorbanan ini ia lakukan demi satu harapan besar: menjadikan tubuhnya sebagai dasar pengembangan antivenom yang lebih efektif dan luas cakupannya dibanding metode konvensional.
Antivenom tradisional dibuat dari antibodi hewan seperti kuda, yang disuntikkan racun dalam dosis kecil. Namun metode ini memiliki keterbatasan, karena hanya efektif untuk jenis ular tertentu dan berisiko menimbulkan efek samping serius, seperti syok anafilaksis. Di sinilah Friede melihat peluang: jika tubuh manusia dapat memproduksi antibodi yang lebih spesifik dan aman, maka antivenom bisa dikembangkan secara lebih universal.
Setelah ditolak banyak ilmuwan selama bertahun-tahun, pada 2017 harapan Friede terwujud saat bertemu dengan Jacob Glanville, ahli imunologi asal AS yang tertarik pada eksperimen ekstrem Friede. Glanville, yang sebelumnya mengembangkan vaksin universal, tertarik dengan potensi antibodi unik dalam darah Friede. Mereka lalu bekerja sama dalam penelitian yang hasilnya diterbitkan di jurnal Cell. Dari studi tersebut, diketahui bahwa dua antibodi dari darah Friede, ditambah obat varespladib, mampu memberikan perlindungan terhadap 13 dari 19 spesies ular berbisa yang diuji.
Kini, Glanville dan timnya tengah mengembangkan antivenom universal yang nantinya dapat diberikan melalui perangkat praktis seperti EpiPen dan diproduksi massal dengan harga terjangkau, termasuk di negara-negara seperti India. Tim Friede sendiri mengaku bangga bisa membuat perbedaan, meski harus melalui proses yang menyakitkan dan penuh risiko. Kontribusinya membuka jalan bagi perubahan besar dalam penanganan gigitan ular di seluruh dunia dari metode konvensional menuju pendekatan berbasis teknologi dan kekebalan manusia itu sendiri.